Nayla Agasta Arya Cintessa - Veterfun.blogspot.com
Jumat, 30 Mei 2025, 06.30 WIB
akun media sosial serta kegiatan yang dilakukan Jeje
sumber: TikTok @jelitaarinall, Instagram @jelitaarinal_
Bagi Gen Z, jadi mahasiswa itu nggak cuma soal ngerjain tugas dan lulus kuliah.
kita juga aktif berkarya, cari cuan, bahkan bangun personal branding sejak dini.
Seperti Jelita, mahasiswi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jawa Timur
yang menerapkan work-life balance ditengah kesibukkannya.
VETERFUN.BLOGSPOT.COM SURABAYA
Surabaya — Di tengah hiruk-pikuk dunia perkuliahan, tidak sedikit mahasiswa yang mencoba menggali potensi diri di luar akademik. Salah satunya adalah Jelita, atau akrab disapa Jeje, mahasiswi Ilmu Komunikasi semester enam di UPN Veteran Jawa Timur. Di balik jadwal padat kuliah dan aktivitas kampus, ia berhasil menjalankan berbagai peran: dari pengurus organisasi kampus, magang di perusahaan digital marketing, menjadi host live, hingga menjadi content creator di media sosial. Cerita Jeje menjadi potret bagaimana generasi Z bisa mengelola work-life balance secara adaptif dan kreatif.
Jeje aktif sebagai program director di AK UPN Radio, magang di PT Mahagora dalam bidang digital marketing, menjadi host live shopping untuk brand Hi Prima, serta bekerja paruh waktu di Wedding Organizer "Ini Manten". Selain itu, ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan freelance dan volunteering. Meskipun terlihat padat, semua ini dijalaninya dengan semangat dan strategi yang jelas. “Kuncinya adalah tahu prioritas dan menjalani semuanya dengan mengalir,” ujar Jeje.
Perjalanan Jeje di dunia content creator dimulai pada tahun 2023, berawal dari kegemarannya dalam dunia baking. Saat itu ia membagikan konten seputar masak-memasak, terutama kue kering seperti nastar. Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai memperluas cakupan kontennya ke bidang lifestyle, terutama gaya hidup sehat yang relevan dengan keseharian Gen Z. “Sekarang lebih ke healthy lifestyle. Aku share kegiatan part-time, masak, olahraga, kuliah, kerja, dan ibadah, yang istilah sekarang itu work-life balance gitu,” jelasnya.
Salah satu titik awal yang membentuk fondasi pengetahuannya sebagai content creator adalah mata kuliah Media Konten Digital. Di kelas tersebut, Jeje belajar tentang perencanaan konten, menentukan segmentasi audiens, serta merancang konten dari awal hingga eksekusi. Mata kuliah tersebut bahkan membawanya bergabung dengan komunitas afiliasi TikTok di Surabaya, membuka peluang baru di bidang digital marketing dan content strategy.
Meski aktif sebagai content creator, Jeje menekankan bahwa kuliah tetap menjadi prioritas utama. “Aku kuliah dulu, karena itu tujuan utama aku merantau ke Surabaya. Konten itu mengikuti alur hidupku,” tegasnya. Hal ini menunjukkan bahwa bagi Jeje, menjadi kreatif bukan berarti mengorbankan hal-hal mendasar, melainkan menjadikan kehidupan sehari-hari sebagai bahan baku kreativitas.
Dalam mengembangkan konten, Jeje lebih fokus pada nilai dan tujuan. Ia biasanya memulai dengan menentukan pesan atau value yang ingin disampaikan. “Kalau sudah tahu tujuannya, baru pikirkan kemasan dan angle-nya. Setelah itu, editing dan teknis lain mengalir saja,” katanya. Proses ini menunjukkan pendekatan yang tidak sekadar impulsif, melainkan cukup terstruktur meskipun dilakukan secara fleksibel.
Di platform seperti TikTok, Jeje mengakui tantangan terbesarnya adalah menentukan segmentasi yang tepat. Menurutnya, audiens TikTok lebih menyukai konten yang fokus dan jelas. “Di TikTok harus di segmented dulu karena kalau terlalu general susah untuk audiencenya masuk. Sekarang aku lebih mengarah ke fashion daripada beauty karena lebih mudah diterima audience,” ungkapnya. Ia juga mengukur keberhasilan konten dari jumlah views, terutama jika sudah mencapai di atas 1000 penonton atau menghasilkan penjualan lewat affiliate links.
Sementara di Instagram, akun pribadinya lebih bersifat general dan digunakan sebagai media membangun relasi dan membuka peluang kerja sama. “Banyak yang kontak aku lewat DM karena lihat branding aku di Instagram. Semua tawaran kerja yang aku terima sejauh ini datang karena personal branding yang aku bangun,” jelasnya. Banyak sekali brand yang mengontak Jeje untuk berkolaborasi bersama. Brand tersebut antara lain: Dorskin, Skinflair, URBN coffee, Paras Dara toko skincare, dan Alas Gelato. Tak jarang juga ia mendapat tawaran untuk membuat konten dengan komunitas beauty maupun mendapat tawaran untuk mempromosikan tempat-tempat baru.
Salah satu pengalaman paling menarik baginya adalah saat harus mengambil video konten di tempat umum. Menurutnya, tantangan mental seperti berbicara di depan kamera sambil ditonton banyak orang menjadi salah satu hal yang menguji rasa percaya dirinya. Namun pengalaman ini justru membuatnya semakin berkembang dan berani.
Dampak dari menjadi content creator bagi kehidupan Jeje ternyata cukup signifikan. Selain menambah penghasilan dan relasi, ia juga merasa lebih terarah. “Aku bisa punya penghasilan sendiri, bahkan dari hal yang aku suka. Itu pencapaian besar buatku,” ujarnya. Namun, ia juga sadar bahwa untuk naik level, perlu strategi dan konsistensi lebih. “Ke depan, aku ingin punya konten planner yang terjadwal dan lebih profesional,” katanya.
Di sisi lain, tidak semua pengalaman selalu menyenangkan. Jeje juga menghadapi komentar negatif atau hate speech. Ia mengaku pernah merasa sedih, namun belajar untuk memilah. “Kalau itu kritik membangun, aku terima. Tapi kalau cuma hate, aku baca saja lalu aku biarkan. Yang penting aku tetap konsisten menyebarkan hal positif,” tegasnya.
Menutup perbincangan, Jeje memberikan pesan kepada mahasiswa lain yang
ingin mencoba menjadi content creator. “Mulai aja dulu. Nanti kamu akan tahu
kamu lebih cocok di mana. Yang penting percaya diri dan konsisten,” tuturnya.
Menurutnya, proses adalah bagian penting dari pencarian jati diri, dan tidak
ada salahnya untuk mencoba berbagai jenis konten sebelum menemukan fokus yang
tepat.
penulis/editor:
Nayla Agasta Arya Cintessa
0 Komentar